BrebesGo.id – Perempuan memiliki peran strategis dalam pembangunan sosial, budaya, dan ekonomi di tingkat akar rumput. Sayangnya, keterlibatan mereka dalam politik desa masih jauh dari kata maksimal. Padahal, partisipasi perempuan dan politik desa sangat penting untuk menciptakan kebijakan yang inklusif, adil, dan berbasis kebutuhan warga.
Kondisi ini terjadi bukan karena kurangnya potensi, melainkan karena adanya hambatan struktural, sosial, dan budaya yang menghambat partisipasi perempuan dalam proses pengambilan keputusan di tingkat desa. Rendahnya representasi perempuan dalam politik desa menjadi salah satu tantangan utama yang harus segera ditangani dengan pendekatan komprehensif.
Berbagai studi menunjukkan bahwa kehadiran perempuan dalam lembaga desa seperti Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau sebagai kepala desa, berkontribusi besar terhadap kesejahteraan masyarakat secara umum, terutama kelompok marginal seperti anak, lansia, dan difabel. Perempuan cenderung membawa perspektif empati, kepedulian sosial, dan manajemen komunitas yang kuat.
Namun, partisipasi perempuan di politik desa tidak bisa diciptakan secara instan. Perlu adanya dukungan dari keluarga, masyarakat, kebijakan publik, dan program pemberdayaan yang mendorong mereka lebih percaya diri tampil ke ruang publik. Proses ini juga menuntut keberanian perempuan itu sendiri untuk keluar dari zona nyaman dan mulai bicara atas nama kepentingan warga.
Karena itu, penting untuk mengurai lebih lanjut strategi konkret yang dapat meningkatkan peran perempuan dalam politik desa. Berikut ini beberapa aspek yang menjadi kunci utama:
Pendidikan Politik Bagi Perempuan di Tingkat Desa
Salah satu kendala partisipasi politik perempuan adalah minimnya akses terhadap pendidikan politik. Banyak perempuan desa belum memahami secara menyeluruh hak-hak politik mereka dan peran strategis yang bisa mereka mainkan.
Melalui pendidikan politik berbasis komunitas, perempuan bisa belajar tentang sistem pemerintahan desa, tata kelola anggaran desa, serta mekanisme pengambilan keputusan. Materi ini penting untuk memperkuat posisi mereka saat berpartisipasi dalam forum-forum publik.
Pendidikan ini sebaiknya diberikan secara partisipatif dan kontekstual, misalnya melalui diskusi kelompok terarah, pelatihan rutin, atau simulasi musyawarah desa. Dengan pendekatan seperti ini, perempuan lebih mudah memahami isu-isu aktual dan cara menyuarakannya secara efektif.
Pendidikan politik juga bisa menjadi alat untuk mematahkan stigma bahwa perempuan tidak cocok memimpin atau tidak punya kapasitas mengambil keputusan. Ketika perempuan merasa memiliki pengetahuan, kepercayaan diri mereka pun tumbuh.
Mendorong literasi politik perempuan bukan sekadar program formal, tapi langkah awal menuju kesetaraan yang sesungguhnya di ruang politik desa.
Kebijakan Afirmasi untuk Keterwakilan Perempuan
Langkah penting berikutnya adalah mendorong kebijakan afirmatif dalam struktur pemerintahan desa. Afirmasi adalah strategi yang digunakan untuk mempercepat tercapainya kesetaraan dengan memberikan kuota atau keistimewaan kepada kelompok tertentu.
Dalam konteks politik desa, afirmasi bisa diterapkan dalam bentuk kuota minimal 30% keterwakilan perempuan di Badan Permusyawaratan Desa (BPD), panitia pemilihan, dan lembaga-lembaga adat. Kuota ini bisa diatur dalam peraturan desa (perdes) untuk memastikan pelaksanaannya konsisten.
Afirmasi bukan berarti memaksakan, tetapi menciptakan kesempatan yang adil. Karena tanpa kebijakan khusus, perempuan sering terpinggirkan oleh dominasi laki-laki dalam proses politik lokal yang patriarkal.
Beberapa daerah yang telah menerapkan kebijakan afirmasi terbukti mengalami peningkatan signifikan dalam hal representasi dan kualitas keputusan publik. Keputusan yang dihasilkan menjadi lebih ramah anak, lebih memperhatikan kesehatan ibu, dan lebih menyentuh realitas kehidupan rumah tangga.
Dengan afirmasi politik desa, keterlibatan perempuan bukan lagi mimpi atau slogan, melainkan realitas yang memperkaya demokrasi lokal.
Membangun Kepercayaan Diri dan Kepemimpinan Perempuan
Kepercayaan diri adalah fondasi utama dalam kepemimpinan. Banyak perempuan sebenarnya memiliki potensi memimpin, tetapi ragu karena tekanan sosial atau merasa tidak layak bersaing di ruang publik.
Oleh karena itu, program penguatan kapasitas kepemimpinan perempuan sangat dibutuhkan. Program ini bisa mencakup pelatihan public speaking, negosiasi, advokasi kebijakan, serta simulasi situasi musyawarah desa atau pemilihan.
Mentoring dan role model perempuan yang sudah sukses dalam politik desa juga sangat berperan dalam membangun mental kepemimpinan perempuan muda. Mereka bisa berbagi cerita, tantangan, dan strategi yang menginspirasi generasi berikutnya.
Selain itu, penting juga menciptakan lingkungan yang suportif, baik dari keluarga maupun masyarakat. Dukungan ini akan meminimalkan tekanan psikologis yang sering dialami perempuan saat memasuki dunia politik.
Kepemimpinan perempuan di tingkat desa bukan hanya soal kuantitas, tetapi kualitas. Dengan pelatihan kepemimpinan perempuan desa, perubahan sosial bisa dimulai dari akar rumput.
Peran Organisasi Perempuan dalam Mobilisasi Sosial
Organisasi perempuan lokal memiliki peran krusial dalam mendorong partisipasi perempuan dalam politik desa. Mereka bisa menjadi jembatan antara warga dan pemerintah desa, sekaligus ruang belajar politik kolektif yang inklusif.
Organisasi seperti PKK, koperasi wanita, majelis taklim, atau komunitas UMKM perempuan bisa diarahkan untuk lebih aktif dalam advokasi kebijakan desa. Dengan kekuatan jaringan sosialnya, mereka mampu menggerakkan massa dan membangun pengaruh.
Perempuan dalam organisasi juga lebih mudah melakukan edukasi sejawat (peer to peer education) yang efektif. Dalam situasi ini, komunikasi terasa lebih nyaman dan membangun kepercayaan.
Jika digerakkan secara strategis, organisasi perempuan bisa menjadi basis dukungan politik yang kuat, sekaligus pengontrol kebijakan publik di tingkat desa.
Dalam konteks ini, organisasi bukan hanya sarana berkegiatan, tapi motor penggerak demokrasi lokal berbasis gender.
Menghapus Stigma Sosial terhadap Perempuan yang Berpolitik
Stigma sosial sering menjadi penghalang utama partisipasi perempuan dalam politik desa. Mereka dianggap “tidak pantas” tampil di forum publik, atau terlalu sibuk dengan urusan domestik sehingga dianggap tidak kompeten mengurus pemerintahan.
Pandangan ini jelas keliru dan harus dilawan. Perempuan yang terjun ke politik desa justru menunjukkan keberanian, dedikasi, dan semangat pengabdian yang tinggi. Mereka membawa perspektif yang dibutuhkan untuk menciptakan kebijakan yang merangkul semua golongan.
Masyarakat perlu diajak untuk mengubah cara pandang mereka melalui kampanye sosial, diskusi publik, dan promosi nilai kesetaraan gender. Media sosial juga dapat menjadi alat yang sangat efektif dalam menyebarkan narasi positif tentang perempuan pemimpin desa.
Dengan membangun budaya politik yang setara dan terbuka, stigma bisa dikikis dan partisipasi perempuan meningkat secara alami. Kita harus mendukung semua perempuan yang ingin bersuara dan berkontribusi di panggung publik.