Demo Tenaga Kesehatan Brebes: Seruan Kepastian Nasib Honorer Daerah
BrebesGo.id – Di bawah panas terik matahari, ratusan nakes Brebes berkumpul di depan Gedung DPRD Kabupaten Brebes. Mereka bukan sekadar datang untuk menyampaikan aspirasi, melainkan membawa harapan yang telah dipendam bertahun-tahun. Teriakan dan poster-poster yang mereka bawa menyuarakan satu tuntutan penting: kepastian status pegawai honorer daerah yang selama ini belum juga jelas.
Dalam beberapa tahun terakhir, isu mengenai tenaga honorer kesehatan telah menjadi sorotan publik. Banyak dari mereka yang telah mengabdi lebih dari satu dekade, tetapi belum juga mendapatkan kepastian status sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) ataupun Aparatur Sipil Negara (ASN). Kondisi ini tentu saja menimbulkan keresahan di kalangan para pekerja kesehatan yang berada di garis depan layanan publik.
Bahkan di tengah pandemi COVID-19 lalu, honorer tenaga kesehatan Brebes tetap menjalankan tugas mereka tanpa kenal lelah. Mereka tidak memilih diam di rumah, melainkan berdiri tegak di puskesmas dan rumah sakit, melayani masyarakat yang sakit, dengan gaji minim dan tanpa jaminan masa depan yang jelas. Namun, ketika pandemi usai, mereka seakan dilupakan oleh sistem.
Aksi demonstrasi yang terjadi baru-baru ini menunjukkan bahwa kesabaran mereka telah sampai pada batasnya. Mereka menuntut kebijakan yang lebih adil dari pemerintah daerah, termasuk transparansi rekrutmen PPPK, jaminan perlindungan hukum, dan status yang sah sebagai aparatur negara. Apakah pemerintah akan mendengar?
1. Ketimpangan Status Pegawai Honorer dengan ASN
Ketimpangan antara pegawai honorer kesehatan dan ASN sudah menjadi rahasia umum. Meski memiliki tanggung jawab yang sama, kesejahteraan keduanya sangat jauh berbeda. Hal ini menciptakan suasana kerja yang tidak setara dan menurunkan semangat profesionalisme.
Tidak sedikit dari mereka yang sudah bekerja selama lebih dari 10 tahun, namun belum juga diangkat. Gaji mereka masih di bawah UMR, tidak mendapatkan tunjangan kesehatan, apalagi jaminan hari tua. Sedangkan ASN dengan masa kerja lebih pendek sudah menikmati berbagai fasilitas dari negara.
Kondisi ini tidak hanya mempengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga berdampak pada kualitas layanan kesehatan di daerah. Bagaimana seorang nakes bisa memberikan pelayanan terbaik jika ia terus dihantui oleh ketidakpastian nasib?
Dengan aksi ini, para honorer ingin menegaskan bahwa mereka bukan tenaga kerja kelas dua. Mereka ingin diperlakukan dengan adil dan mendapatkan pengakuan setimpal atas jasa mereka selama ini.
2. Harapan Terhadap Regulasi Pengangkatan PPPK
Salah satu tuntutan utama yang digaungkan dalam demo ini adalah kejelasan pengangkatan menjadi PPPK. Sejak diberlakukannya Undang-Undang ASN, skema PPPK menjadi satu-satunya jalan bagi para honorer untuk mendapatkan status resmi. Namun sayangnya, pelaksanaannya masih sering menemui jalan buntu.
Banyak dari tenaga kesehatan honorer yang gagal dalam seleksi PPPK bukan karena ketidakmampuan, melainkan karena terbentur oleh persyaratan administratif yang kaku. Sistem seleksi yang terpusat dan berbasis digital belum tentu adil untuk semua daerah, terutama wilayah terpencil seperti Brebes.
Mereka berharap agar pemerintah daerah bisa memperjuangkan kuota khusus bagi honorer lama. Selain itu, perlu adanya mekanisme afirmatif yang mempertimbangkan masa kerja dan rekam jejak pengabdian.
Jika pemerintah bisa merancang regulasi yang berpihak pada pekerja, maka krisis kepercayaan terhadap sistem bisa perlahan pulih.
3. Peran DPRD dalam Menyuarakan Aspirasi Daerah
Sebagai wakil rakyat, anggota DPRD memiliki kewajiban moral dan politik untuk memperjuangkan suara warganya. Namun sayangnya, banyak peserta aksi merasa bahwa suara mereka tidak sepenuhnya sampai ke pusat kekuasaan. Inilah alasan mengapa mereka memilih turun ke jalan.
Demo yang terjadi bukan sekadar aksi spontan. Para tenaga kesehatan honorer telah mengirimkan surat, melakukan audiensi, hingga mediasi, namun belum juga ada jawaban pasti. Maka mereka menuntut agar DPRD Brebes bisa lebih aktif menekan pemerintah pusat dan kementerian terkait untuk segera mengeluarkan kebijakan pengangkatan honorer.
Lebih dari itu, DPRD diharapkan bisa menjadi jembatan komunikasi yang adil, bukan sekadar penonton dalam konflik struktural ini. Aksi ini menjadi momentum untuk menguji keberpihakan para legislator kepada rakyat yang memilih mereka.
4. Dampak Sosial dan Psikologis pada Tenaga Honorer
Tidak banyak yang menyadari bahwa masalah ketenagakerjaan ini memiliki dampak psikologis yang serius. Banyak honorer yang mengalami stres, kelelahan emosional, hingga gangguan mental akibat tekanan ekonomi dan ketidakpastian status.
Beberapa bahkan harus bekerja sambilan demi memenuhi kebutuhan hidup. Tidak sedikit pula yang merasa kehilangan martabat karena terus-menerus dianggap “pekerja sementara”, meski sudah puluhan tahun mengabdi. Hal ini tentu menimbulkan konflik batin yang berlarut-larut.
Jika pemerintah terus abai, maka bukan tidak mungkin krisis ini akan meledak lebih besar. Kesehatan mental para tenaga kesehatan adalah hal yang tidak boleh diremehkan. Apalagi mereka menjadi tulang punggung dalam sistem pelayanan publik yang vital.
5. Soliditas Aksi sebagai Bukti Kesadaran Kolektif
Demo yang berlangsung di Brebes ini bukan sekadar gerakan biasa. Ia menunjukkan bahwa kesadaran kolektif para honorer sudah semakin matang. Mereka tidak lagi takut menyuarakan aspirasi, tidak lagi diam dalam ketidakpastian.
Kekuatan aksi ini lahir dari solidaritas antarprofesi: perawat, bidan, tenaga farmasi, bahkan sopir ambulans ikut turun ke jalan. Mereka bersatu karena merasakan ketidakadilan yang sama. Inilah bukti bahwa ketidakpastian status bukan masalah individu, melainkan masalah sistemik.
Aksi ini bisa menjadi titik balik perubahan jika pemerintah mau membuka mata. Mereka bukan musuh, tetapi mitra dalam pembangunan kesehatan daerah.
6. Apa Langkah Selanjutnya?
Setelah aksi ini, apa yang bisa dilakukan? Jawabannya sederhana: komitmen politik dan eksekusi kebijakan. Pemerintah daerah dan pusat harus segera duduk bersama untuk menyusun peta jalan pengangkatan tenaga honorer. Tidak bisa lagi ditunda.
Selain itu, perlu ada evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan honorer yang selama ini cenderung eksploitatif. Harus ada reformasi struktural agar tidak ada lagi generasi pekerja publik yang terlupakan.
Media sosial dan publik juga perlu terus mengawal isu ini. Dengan kekuatan viral dan tekanan opini publik, maka kemungkinan besar aspirasi mereka bisa didengar lebih luas.
Kesimpulan
Apakah Anda mendukung perjuangan para tenaga kesehatan honorer di Brebes?